BOJONEGORO – Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, dikenal sebagai kawasan sumur minyak tradisional. Namun, ternyata desa ini juga memiliki potensi agribisnis, yakni menjadi sentra buah alpukat jenis wina.
Pemandangan desa yang dikenal dengan nama Teksas Wonocolo ini tak hanya sumur-sumur minyak tua saja. Tetapi juga deretan pohon alpukat yang tumbuh subur di lereng-lereng bukit. Bahkan, kini jumlahnya mencapai 2.000 pohon.
Dari jalan utama, perjalanan ke kebun alpukat tersebut hanya bisa dilalui kendaraan roda dua atau jalan kaki. Jalanan yang masih tanah liat dan bebatuan kecil mengharusnya orang yang datang lebih berhati-hati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Yanto salah satu pembudidaya alpukat mengatakan, ia mulai menanam pohon alpukat sejak tahun 2016. Sebelumnya, lahan ditanami sengon. Namun, saat pohon berumur empat tahun, terjadi musibah kebakaran yang melalap pohon sengon tersebut.
Setelah itu, Yanto mulai beralih menanam alpukat. Sekitar 2.000 pohon alpukat telah ditanam. Namun kini baru 50 pohon yang sudah berbuah. Hasilnya cukup bagus. Sekitar setengan ton dihasilkan dari 50 pohon.
Satu pohon bisa menghasilkan 50 kilogram alpukat. Dengan bobot satu buah alpukat bisa mencapai delapan hingga sembilan ons. Saat ini, harga alpukat wina satu kilogramnya Rp 25 ribu.
Pada Juli-Agustus ini adalah buah pertama, jadi untuk hasilnya belum tahu. Hanya, kasarannya jika satu pohon taruhlah Rp 10 ribu satu kwintal, sekali berbuah bisa satu jutaan.
“Sebenarnya untuk jenisnya, selain wina ada juga kendil, alligator, dan kayangan,” kata Yanto.
Untuk masa panen, Yanto menjelaskan tidak sama. Sebab dalam 14 bulan, ada dua kali panen. Dari bunga sampai alpukat tua membutuhkan waktu enam bulan. Namun, terkadang belum waktunya panen, pohon alpukat sudah berbunga lagi.
“Lahan yang ini 1,5 hektar. Dulu ditanami 450 pohon. Sebelah sana 400 pohon. Di dekat masjid ada lagi 1,5 hektar,” jelasnya.
Banyak lahan yang belum dimaksimalkan oleh warga. Yanto mengaku terus mengajak warga untuk sama-sama menanam alpukat. “Sekarang sudah mulai mau,” tuturnya sambil menunjukkan titik lokasi pohon alpukat.
Yanto memang produktif. Selain merawat pohon alpukat di kebun, saat di rumah ia juga gemar mengotak-atik tanaman. Dia juga menyetek alpukat dan menjual bibitnya. Per bibit pohon alpukat dihargai Rp 30 ribu.
Bahkan, baru-baru ini warga juga membeli bibit alpukat darinya sebanyak 100 pohon. Keunggulan alpukat wina yakni berukuran besar, dagingnya tebal dan basah. “Serta disertai rasa manis sedikit,” tutupnya. (din/mil)